Serune
Kalee adalah Instrumen Tiup Tradisional Aceh merupakan Alat Musik khas
tradisional Aceh yang mampu mengalunkan instrumen - Instrumen Musik luar biasa yang
mengiringi lagu-lagu nan syahdu maupun heroik yang telah lama berkembang dan
dihayati oleh masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan-Kerajaan Aceh sampai
sekarang. Serune Kalee adalah Instrumen Tiup Tradisional Aceh merupakan alat
musit khas tradisional Aceh yang mampu mengalunkan instrumen-instrumen luar biasa
yang mengiringi lagu-lagu nan syahdu maupun heroik yang telah lama berkembang
dan dihayati oleh masyarakat Aceh sejak zaman Kerajaan-Kerajaan Aceh sampai
sekarang.
Alat Musik ini populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat.
Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang pada
acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan di masa raja diraja
zaman keemasan kerajaan Aceh Darussalam. Serune
Kalee bersama-sama dengan geundrang dan Rapai merupakan suatau perangkatan
musik yang dari semenjak jayanya kerajaan Aceh Darussalam sampai sekarang tetap
menghiasi/mewarnai kebudayaan tradisional Aceh disektor musik. Serune
Kalee merupakan salah satu alat musik tiup tradisional Aceh. Alat musik ini
merupakan salah satu jenis serunai atau clarinet yang tersebar dalam masyarakat
Melayu.
1.
Asal-usul
Kata
Serune Kalee menunjuk pada dua hal yang berbeda. Kata yang pertama, Serune
menunjuk pada alat tiup tradisional Aceh yang sering dimainkan bersama rapai.
Sedangkan Kalee adalah sebutan sebuah nama desa di Laweung, Kabupaten Pidie.
Sehingga, Serune Kalee mempunyai arti serunai dari Kalee. Pemberian nama
tersebut mungkin dikaitkan dengan pembuatan atau pemunculannya.
Peralatan musik ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat Aceh, namun juga masyarakat Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lain di Sumatra Barat. Bahkan, persebaran perlengkapan ini mencapai Thailand, Srilanka, dan Malaysia. Alat musik sejenis ini juga didapati di daerah pesisir dan lain dari Provinsi Aceh, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat dengan sebutan serupa (Firdaus Burhan, ed. 1986: 81). Masing-masing daerah yang menggunakan musik jenis ini memberi berbagai macam variasi pada peralatan tersebut, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, terdapat kesamaan dalam nuansa suara yang dimunculkan, laras nada, vibrasi, volume suara, dinamika suaranya.
Peralatan ini berbentuk memanjang bulat lurus dan bulat. Bagian atas peralatan ini berbentuk kecil, kemudian membesar hingga di ujung bagian bawah. Pada tubuhnya terdapat lubang-lubang untuk jari dengan ukuran yang cukup besar. Bagian paling bawah peralatan ini membesar seperti kelopak teratai. Untuk membawa peralatan ini cukup dimasukkan ke dalam kantong yang diberi pengikat pada tampuk kain, kemudian disandang di bahu.
Peralatan musik ini tidak hanya digunakan oleh masyarakat Aceh, namun juga masyarakat Minangkabau, Agam, dan beberapa daerah lain di Sumatra Barat. Bahkan, persebaran perlengkapan ini mencapai Thailand, Srilanka, dan Malaysia. Alat musik sejenis ini juga didapati di daerah pesisir dan lain dari Provinsi Aceh, seperti Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Aceh Barat dengan sebutan serupa (Firdaus Burhan, ed. 1986: 81). Masing-masing daerah yang menggunakan musik jenis ini memberi berbagai macam variasi pada peralatan tersebut, sehingga bentuk dan namanya juga bermacam-macam. Namun, di antara beberapa variasi serune, terdapat kesamaan dalam nuansa suara yang dimunculkan, laras nada, vibrasi, volume suara, dinamika suaranya.
Peralatan ini berbentuk memanjang bulat lurus dan bulat. Bagian atas peralatan ini berbentuk kecil, kemudian membesar hingga di ujung bagian bawah. Pada tubuhnya terdapat lubang-lubang untuk jari dengan ukuran yang cukup besar. Bagian paling bawah peralatan ini membesar seperti kelopak teratai. Untuk membawa peralatan ini cukup dimasukkan ke dalam kantong yang diberi pengikat pada tampuk kain, kemudian disandang di bahu.
Berdasarkan
data yang ada, peralatan ini sudah ada sejak masuknya Islam ke Aceh. Ada
sebagian yang mengatakan peralatan ini berasal dari Tiongkok (Z. H. Idris,
1993: 48-49). Terlepas dari asumsi tersebut, pada kenyataannya memang Aceh pada
zaman dahulu merupakan kerajaan yang terbuka. Hal tersebut menjadikan Aceh
cukup ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai wilayah di luar negeri.
Pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Aceh mempunyai posisi
penting. Pada masa ini kebudayaan di Aceh juga berkembang dengan pesat, salah
satunya adalah bidang kesenian, dengan corak Islam yang kental. Saat
ini peralatan Serune Kalee masih memegang peranan penting dalam berbagai
pertunjukan kesenian, dalam berbagai upacara, serta acara-acara yang lain.
Permainan musik Serune Kalee menjadi hiburan bagi masyarakat Aceh sejak dahulu
hingga sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar