Disko dan Musik
dansa identik dengan budaya gay? Itu klaim mereka. Kaum homo di Amerika sana
menganggap tidak ada bentuk seni pop yang lebih pas identik dengan kultur gay
dibandingkan dengan disko dan musik dansa. Di negara George W. Bush sana, di
bar atau diskotek yang ingar-bingar dengan Musik
Dansa, para gay secara terbuka mengekspresikan identitas seksualnya.
Meminjam kata-kata
Simon Frith dalam buku Sound Effects: Youth, Leisure, and the Politics of Rock
‘n’ Roll, disko itu musik dengan bar tunggal, mobilitas seksual, pengelanaan
heteroseksual, masa bebas akhir pekan, dan fantasi-fantasi yang fana. Apa sih
sebenarnya jenis musik ini? Musik dansa adalah gubahan atau permainan musik
khususnya untuk tarian pergaulan (social dancing). Ia muncul sejak tiga-empat
abad lalu–jauh sebelum lahirnya disko.
Pada prinsipnya, Musik dansa mencakup berbagai Jenis Musik, dari waltz sampai rock and roll dan musik country atau tango. Sampai
akhir 1970-an, bagi pelanggan klub malam, istilah musik dansa lebih khas
merujuk pada musik elektronik seperti disko. Nah, disko sebenarnya punya akar
kuat pada swing, samba, cha-cha, mambo, merengue, foxtrot, dan tango, juga
dalam beats funk dan rhythm serta blues dari akhir 1960-an sampai awal 1970-an.Secara umum, perbedaan antara disko atau sejumlah
lagu dansa dan rock atau lagu pop umumnya: di dalam musik dansa ketukan bas
“empat ke lantai”, sekurang-kurangnya sekali dalam satu ketukan; sementara
dalam Musik Rock ketukan bas pada
satu dan tiga. Lantas bagaimana sejarah kemunculannya? Jenis musik ini punya
sejarah sosial panjang.
Awalnya adalah New York pada 1970-an. Amerika
sedang sumpek oleh kecamuk Perang Vietnam yang tak segera usai, gonjang-ganjing
politik dalam negeri, dan ekonomi yang tak lagi cerah. Anak-anak muda memberontak,
membuat suasana tidak nyaman. Di saat itulah disko muncul untuk pertama
kalinya, ketika orang butuh pelarian untuk melepas kesumpekan, mencari
kegembiraan. Di klub-klub bawah tanah di Manhattan, ketika hari gelap dan
lampu-lampu kota dinyalakan, anak-anak muda mencari surga dalam iringan musik
disko. Kaum yang terpinggirkan dalam budaya mainstream,
Negro dan gay, pun mendapatkan saluran kegembiraan di sana. Sukses instrumental
Love’s Theme oleh Love Unlimited Orchestra pada 1974 (dipimpin oleh pemusik
rhythm and blues Barry White) dan lagu baru Do the Hustle (1975) oleh Van McCoy
menandakan kehadiran sebuah suara baru, lembut, dan berbusa. Dan salah satu
karakteristik dasar dari disko adalah, bagaimanapun, lagu itu sendiri adalah
tentang dansa.
Kemunculan John Travolta dalam film Saturday
Night Fever (1977) membuat demam disko menyebar ke seantero planet bumi. Musik
film ini sepenuhnya digarap oleh Bee Gees, dengan lagu andalan Staying Alive,
yang bercerita tentang kerasnya kehidupan kala itu dan bagaimana orang mencari
pelarian lewat dansa. Setelah melewati fase awal itu, disko memasuki fase yang
dinamai post-classic disco pada awal 1980-an, yang antara lain ditandai dengan
munculnya lagu Sharon Redd berjudul In the Name of Love (1982). Setelah periode itu, muncul Aliran Musik pop new wave dan punk rock. Seperti tak peduli dengan
liriknya yang ngeseks, anak-anak muda berdansa dengan beat panas menyentak. Ada
lagu Gucci, You’re Through (Pretty Girls) yang bercerita tentang persetubuhan,
tentang cewek yang melecehkan “pedang” cowok yang begitu mungil. Ada lagu We
Want Some Pussy (2 Live Crew) yang bikin pedansa histeris. Ada pula I Want Your
Sex (George Michael) yang antara lain berlirik “Aku menginginkan seks
bersamamu…”.
Pada 1990-an, disko muncul kembali sebagai genre
baru dengan nama dance music. Kala itu sudah mulai adanya pencangkokan seperti
yang dilakukan oleh Boney M. Pada pertengahan 1990-an, aliran dance music baru
ini marak lagi, seiring dengan pesatnya teknologi perekaman. Pemusik seperti Moby
dan Fatboy Slim menampilkan cangkokan dengan aliran electronic music atau
industry. Ini adalah masa elektrik, ketika mereka mengambil
lagu orang lain, lalu meramunya (mix). Fatboy Slim, misalnya, meramu Bird of
Prey karya Jim Morison dari The Doors dan menggubahnya jadi lagu dansa yang
bikin orang bergoyang. Kemudian dikenal musik yang lebih cepat seperti techno,
house, drum ‘n’ beat, progressive, dan jungle. Musik-musik seperti inilah yang
belakangan mengisi lantai dansa di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Meski
sudah digemari banyak orang, dance music masih tetap menjadi simbol dari
komunitas bawah tanah. Subkultur yang tidak ingin bergerak di arus utama.
ajib-ajib gan.... hahahaha... nice share..
BalasHapusmampir ke blog ane gan banyak film bagus disini... :)
Download Movie Free Tian